Bab 1
Di pelataran koridor rumah sakit Harapan Negeri, berjajar rangkaiyan karangan bunga bertuliskan ‘turut berduka cita’ dari berbagai jenis warna dan ukuran. Terjadinya kejadian tersebut bukan tampa alasan, tentunya ada orang yang telah meninggal dunia. Meninggalkan keluarganya, sanak saudara dan orang terkasih demi menemui sang pencipta.
Itulah yang dialami Rum, gadis kecil berumur delapan tahun yang berkali-kali merasakan ditinggali orang tersayang, yaitu kakaknya yang baru saja mengalami kecelakaan. Dan tidak lama setelahnya menghembuskan nafas terakhir pada tadi malam, beberapa jam setelah mobil ambulance menghantarnya ke rumah sakit. Di temani pengasuhnya Rum bersandar menatap buket yang berjajar rapih sampai ke luar halaman rumah sakit.
“Rum sudah terlalu sering lihat bunga-bunga ini Bi, Rum awalnya suka tapi sekarang engga suka lagi. Rum engga mau liat bunga-bunga ini lagi bi. ” Ucap anak itu sedikit cemberut dengan mata kemerahan. Kemudian Bibi mengusap puncak kepalanya yang ditutupi kerudung.
“Karangan bunga meskipun selalu ada di saat dek Rum kehilangan orang tersayang, mereka sebenarnya ungkapan bela sungkawa dari orang lain. bibi percaya adek mampu menghadapi cobaan ini. Kakak adek pasti sedang bahagia bersama ibu dan bapak disana. Dek rum sekarang hanya perlu mendoakan kakak dan orang tua adek agar mereka bisa terus bahagia dan kelak bersama-sama mencapai surga” bibi memeluk Rum, berusaha memberikan ketabahan pada gadis itu. Sebagai pembantu yang di amanati untuk mengasuhnya, bibi tidak bisa melakukan apapun selain menguatkan anak majikanya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
Pintu kaca geser dari ujung koridor terbuka, seorang perawat datang dengan mendorong kursi roda. Seorang anak laki-laki duduk diatasnya dan menghampiri Rum dan bibi.
“assalamualaikum”
Dilepasnya pelukan dari bibi, “waalaikumsalam” jawab Rum mencicit.
“maaf mengganggu, kalau ana tidak salah, anty bernamaRum bukan?” Tanya anak laki-laki itu yang kira-kira seumuran denganya. Rum sedikit menjauh, memegang tangan bibi karena ucapannya yang terlalu sopan membuatnya takut. Tidak ada yang pernah berbicara sepeti itu pada Rum.
Namun tak mengurungkanya untuk menjawab, “iya.”
Jeda sesaat kemudian dia tersenyum menatap rum dan Rum yakin pada saat itu adalah senyuman terindah yang pernah dilihatnya. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku baju pasiennya, kemudian menyerahkan pada Rum.
“terima ini sebagai bentuk rasa terima kasih ana dan hadiah perkenalan kita.” Rum memandang sebatang coklat dihadapanya. Meskipun tak mengerti apa yang di maksud, gadis itu tetap menerima.
“jangan terlaru terlarut dalam kesedihan, karena dengan derasnya air mata kita tidak akan menjadi penghantar orang yang kita sayangi masuk surga. Tapi dengan ihklas dan doa, jadikanlah keduanya sebagai seseatu yang dapat kamu lakukan untuk membantu mereka selamat diakhirat kelak.” Rum tertegun dengan perkataan yang baru saja di dengarnya, bagaikan mendapatkan kata-kata yang paling berarti untuknya menghadapi kehidupan yang penuh cobaan.
Rum yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk, tingkahnya seperti habis di ceramahi oleh orang dewasa.
“terimakasih.”
“kalau begitu saya pamit, assalamuaikum.”
Belum sempat Rum menanyakan nama, dan tanpa sepatah katapun setelahnya,. Suster kembali mendorong kursi roda membuat anak laki-laki itu menjauh, dialog keduanya pun berakhir. Rum memandang penasaran dan bertanya-tanya apakah di masa depan mereka akan bertemu kembali, tampa dia sadari setiap pertemuan selalu ada sebabnya yang telah Allah tentukan.
Dan setelah pertemuan singkat tersebut, Rum jadi
***
Merapikan jilbab yang meliputi kepala, Rum tersenyum selepas menambah pemebab bibir didepan pantulan cermin. Segala tugas wajib Rum selesai lakukan dan kini saat nya untuk berangkat sekolah demi menjemput ilmu. Terlihat sahabatnya menunggu tidak sabar di ambang pintu dengan seragam sekolah yang sama denganya.
“ Rum kita piket pagi ini, ga boleh terlambat!” Paras mengingatkan sambil melihat jam ditanganya yang menunjukan pukul 06.30 WIB, tandanya masih ada waktu untuk membersihka kelas. Seharusnya bila temanya ini berhenti terus melakukan tugas orang lain sehingga sereka bisa lekas pergi.
“ Iyaaa… sebentar aku ambil tas dulu”
Dengan berucap bismillah, keduanya melangkah keluar asrama. Santriwati lain yang berpapansan tidak merasa aneh karena pertama mereka memang bagian piket hari ini dan kedua mereka memang terkenal karena rajin berangkat pagi dari mts sampai kelas dua belas sekarang.. Sesampai di kelas Rum dan Paras lekas membersihkan kelas, terseling canda tawa dari keduanya yang membuat suasana kelas yang amsih sepi edikit lebih berwarna, sebelum kehadiran seseorang mengalihkan perhatian mereka.
“ Assalamuaikum! Eh lupa pake sepatu hehehe” katanya dengan polos mengundang raungan Paras yang melayangkan pel-an langsung sergap di hindari laki-laki itu dengan mudah. Dia adalah Agara Almeer Gyancakra. Salah satu teman laki-laki yang paling dekat dengan keduanya terutama Rum.
Almeer kemudian berlinding dibalik badan Rum yang seketika mematung, meskipun tidak sampai menyentuh Rum membuat gadis itu reflek lari dan Almeer dengan cepat mengikuti disusul Paras yang bersenjata. Mendadak suasana kelas penuh canda tawa ketiganya. Kisah dibalik cerita sekolah yang selalu di kenang siapapun yang pernah merasakannya,
Matahari dengan gagahnya menampakkan diri dan berjalanya waktu kelas penuh dengan siswa siswi yang siap menuntu ilmu, meskipun telah masuk semester ke lima di jenjang MA, semangat untuk menimba ilmu tidak pernah padam, termasuk Rum. Rasanya bila tidak menjawab pertanyaan yang guru lontarkan ia merasa ada yang kurang dalam kegiatan belajar mengajar. Tentunya tanpa dia sadari seseorang selalu tersenyum melihat keaktifan yang sealu dia pancarkan. Bagi Almeer, Rum adalah vitamin harianya yang sangat ia syukuri dari segala macam ciptaan Allah yang indah.
Sudah dari semenjak MTS lelaki itu menaruh rasa suka pada Rum, gadis sholehah yang baik dan selalu mejaga martabatnya sebagai wanita, terkadang berprilaku manis, sulit untuk tidak menarik perhatian para kaum adam termasuk dirinya. bukan dengan parsanya saja, namun ahklaknya pun yang menjadi alasan utama Almeer mengaguminya, dan berjalanya waktu berkembang menjadi lebih besar, tetapi lelaki itu hanya mampu menyimpanya tampa mampu melontarkan yang sebenarnya terukir dalam hati. kare ia tahu, gadis seperti Rum harus di berikan kepastian lebih dari sekedar kata rasa suka.
“kenapa sih kamu ga ngomong langung aja ke dia kalau antum ini cinta ke dia, atau langsung aja lamar biar ga ada yang berani nikung kamu mer, dari pada mempersulit diri.” Pernah salah satu temannya berujar waktu itu.
“bukanya mau mempersulit diri, cinta tidak sesederhana yang kamu kira. Dan melamar dengan niat mengikat menurutku tidak sepatutnya terjadi untuk Rum. Saya hanya sedang menunggu waktu yang pas, dan sejauh ini saya belum mendapatkannya. Doakan saja semoga saya menemuka waktu yang tepat.” Jawaban Almeer seketika itu juga membuat temannya terdiam. Dia selalu menghormati dan tidak pernah merendahkan perempuan manapun karena ia tahu peranan perempuan sangat besar dalam kehidupan ini, apalagi ibunya, sosok yang paling ia sayangi dan utamakan. Dan mungkin, akan ada perempuan lain yang menjadi proritas dirinya setelah sang ibunda. Yang Almeer ingin hanyalah menjaga seseorang yang ia anggap berharga dalam hidupnya septi ia menjaga ibunya
Perasaan yang manusia miliki untuk lawan jenisnya itu tidak salah, namun bagaimana kita mengekpresikan dan menyikapi perasaan tersebut. Itu yang selama ini Almeer teguhkan dalam perinsip nya, apalagi yang ia tambatkan perasaanya ini adalah seorang Rum Mathasya Nur Adzah.
BAB II
Tidak ada, tidak ada satu orang pun yang mengetahui rahasia Tuhan yang tersimpan di Luful Mahfudz. Segala ketidak pastian tentag sesuatu dan akibat dari apapaun yang kita lalukan sering Rum fikirkan seribu kali apalagi prihal cinta dan apapun yang berhubungan denganya. Membatasi komunikasi, bersentuhan dan sejenisnya dengan lawan jenis telah ia terapkan sejak kecil. Meskipun tidak memiliki latanr belakang keluarga yang berasal dari kalangan ber-ilmu agama luhur.
Di tengah terik siang yang menusuk-nusuk, sepucuk surat Rum genggam dengan bingung setelah seseorang menyuruhnya menghampiri pos keamanan. Rum membaca nama pengirim yang tertera. Sempat terkejut karena Sebelumnya tidk pernah ada yang mengirimnya pesan selain anggota kelurganya. hanya sedikit orang yang mengetahui alamat pondok yang ia tempati saat ini.
Dibukanya dengan perlahan, ekspresi tak akalah terkejut spontan Rum tunjukan setelah Paras menyusul dan dan bertanya apa yang terjadi.
“ kamu kenapa Rum? Ini surat dari siapa?” Paras bertanya dengan khawatir.
Rum terdiam sejenak, “kamu tidak akan menyangka ini ras… ini dari dia.” Jawaban Rum semakin menambah pertanyaan dalam benak Paras, Rum membiarkan Paras membaca surat yang dikirimkan orang tak dikenal tersebut, tak lama mendadak saja gadis itu memeluknya dengan erat.
“SUKURLAH RUM! Akhirnya dia menghubungimu!”
***
“ Seseorang yang kabarnya akan bertunangan dengan Rum, menghubungi gadis itu kemarin, Almeer. Apakah kamu akan terus berdiam diri dengan perasan mu itu?” belum sempat melangkahkan kaki memasuki asrama. Sesesorang berbicara di belakagnya seakan membawa berita bencana alam yang menimpa Indonesia. “HAH!?” direbutnya lengan lelaki itu dan ia seret ke tempat yang lebih sepi.
“bicara yang jelas kamu Kow,” dia adalah Kowi, kembaranya Paras yang sekaligus sahabatnya Almeer sedari MI. “antum ini kalau sudah bicara kadang ngelanturnya ga karuan.” Almeer tahu betul bagaimana sifat asli seorang Kowy Muhammad Faruq ini, jadi tidak langsung dia telan mentah mentah perkataanya. Apalagi soal yang berhubungan dengan Rum.
“ Kembaran ana yang ngomong ini langsung mer, ana mah mana ada bohong!”
“ jujur kamu kow!” Almeer semakin tidak percaya.
“ALLAHU AKBAR! JUJUR AKU! MANA ADA AKU BOHONG!” wajah Almeer semakin kalut, tercetak jelas bagaimana kebingungannya setelah Kowi menambahkan,
“ana rasa akhir dari perjuangan yang selama ini telah antum lakukan sudah saatnya berhenti, tergantikan dengan keseriusan, mer.” Jelas sahabatnya dengan wajah yang membuat Almeer serasa ingin menggeplaknya dengan kamus bahasa arab.
“Jadi antum mengira selama ini saya tidak serius begitu?” Almeer menaikkan satu alis.
Dan kowi mengusap wajah, “bukan begitu mer, maksud ana sekarang sudah saat nya untuk kamu membawa perasaanmu itu pada pembuktian. SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT MER!” benar kata kowi, tetapi Almeer telah memikirkan itu bahkan sebelum orang lain menyangkanya. Jauh-jauh sekali.
“saya tahu, hanya saja saya sedang menunggu waktu yang pas. Tidak lebih.”
***
Tersimpan dengan rapih di lemarinya, buku usang bersampul biru yang selama ini Rum jaga agar tak seorang pun yang bisa membacanya. Buku tetang bagaimana seorang gadis yang malu hanya berdekatan satu meter dengan laki-laki ini, mengagumi seseorang sebegitu dalamnya.
Ini tentang Mikail darmajeral farshy, laki-laki berwajah datar yang sukses menyabet gelar cinta pertama Rum. Setiap lembar, setiap kata dan setiap untaiyan kalimat hanya gadis itu dedikasikan kepadanya saja. Bagaikan sihir bagaimana cinta pada pandangan pertama Rum rasakan, meskipun telah bertahun-tahun lamanaya. Semuanya seakan masih sama indah.
Tentunya pesan yang mengagetkan tadi siang tersebut datang dari Mikail, setelah sekian lama akahirnya pemuda tersebut menghubunginya, dengan sebuah harapan. Dia menyuruhnya untuk menunggu. Dan yang sekarang semakin menambah senyuman dan kabahagiaaan Rum. Mikail mengunggkapkan ia juga menaruh perasan padanya. Namun selama bertahun-tahun mendiami pondok pesantren, yang sudah ia amggap sebagai rumahnya sekarang. Tidak mungkin dia tidak memiliki seseorang memilik perhatiannya hanya dengan tampak kehadiranya di ujung ekor mata.
Selama ini Rum tidak terlalu dekat dengan laki-laki mana pun, kecuali dalam terdesak. Atau seserang yang benar benar dia anggap teman karena prilakunya yang Rum rasa sedikit berbeda padanya. Bukan asal rasa, karena semenjak awal masuk pun prilaku Almeer kepadanya telah membuat siapapun yang merasakan pasti jatuh hati. Itu bukan bualan, nyatanya memang seperti itu.
“awas jangan melangkah ke sana! Disana ada sarang semut” ucap seseorang mengagetkan Rum.
Rum seketika menjauh, dan bertanya penasaran “memangnya kenapa?” dan Almeer tidak menjawab, atensi anak laki-laki kelas 7 MTS tersebut tertuju pada gerombolan semut yang sedang berbaris dan kemudian beralih menatap Rum dengan senyuman yang tulus.
“ aku hanya takut kau melukai mereka, saya sangat menghargai semut karena mereka sangat giat dan mulia. Seperti yang ibu saya katakana ‘ Jika manusia tidak mau bertasbih, tunduk, dan taat kepada Allah, maka hakekatnya seekor semut lebih mulia darinya. Karena semut dan segala sesuatu yang ada di alam raya ini senantiasa bertasbih kepada Allah tanpa henti. Seperti yang tertulis dalam al quran surah al isra ayat empat puluh empat ‘Dan tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji Nya, tapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” Penjelasan anak laki-laki yang baru di temuainya membuat Rum terkesima. Dan sejak saat itu ia mulai meningatkan kegiatanya dalam bertasbih, menyebut nama-nama Allah yang maha kuasa. Keseriusanyya dalam beribadah pun meningkat karena sadar bahwa diri bahwa bahkan hewan yang kecil dan lemah saja tidak pernah lupa untuk terus bertasbih.sedangkan dia yang diberikan akal dan raga yang mebih sempurna dari mahluk lain telah lalai.
Dan kemudian Rum mengajak anak anak laki-laki itu untuk menjalin pertemanan. Seperti yang dikatakan dalam salah satu hadist ‘Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dari siapa mereka bergaul.” (HR. al Hakim).’