Search

Beribu Senyum

Beribu senyum yang terukir, tahun-tahun yang dijaga dengan ucapan dan perbuatan baik, akan tetap begitu mudah dipertemukan dengan kebencian dan kekecewaan meskipun hanya sekali terjadi.

Manusia  sering terhasut untuk mengingat dan menjatuhi hukuman lebih cepat bagi kesalahan dibanding ia menyusukuri dan menghargai kebaikan yang telah sekian lama terjadi.

Begitu terbalik dengan apa yang dilakukan Allah, mau seberapa banyak kesalahan, dan ketersesatan yang diperbuat, pintu sambutannya tak pernah menutup se senti pun bagi yang ingin kembali pada-Nya. Maka, dunia itu jahat, Allah Maha Baik, dan berada dekat dengan-Nya adalah pilihan yang paling masuk akal daripada apapun.

Tapi, walau bagaimanapun jahat terasa dunia bagi manusia, ia tak boleh menentang takdir, mencaci garis riwayat hidupnya sendiri, sebab itu semua Allah yang buat, sebab itu sama dengan mengatakan kepada Allah bahwa Ia tak pandai mengurus kebahagiaan makhluknya, padahal itu mustahil bagi-Nya.

Karena hidup adalah kumpulan pasangan, malam dengan siang, kanan dengan kiri, atas dengan bawah, sehat dengan sakit, bahagia dengan sedih, kecewa dengan bangga, laki-laki dan perempuan. Semua saling berkaitan. Sehingga tak mungkin bagi seseorang untuk dapat terus tinggal pada malam hari mau se ingin apapun ia, tak mungkin baginya untuk bahagia terus saja, tanpa adanya sedih yang menjadi pasangannya.

Lalu, karena hidup adalah seperti itu, pergantian satu sama lain, manusia harus mampu melampaui lingkarannya, menemukan garis lurus agar tak hanya berputar terus menerus, dan kepada Allah lah tujuan itu seharusnya. Sebab, jika tidak, Dunia akan begitu kejam bila tuannya, Allah. Manusia menyepelekan.

Arahkan tujuan hanya pada-Nya, ingat-ingat betul siapa dibalik semua yang telah terjadi, buat diri menjadi sosok pecinta kepada Allah, dengan cara itu semua yang diberikan oleh yang dicinta takan pernah menjadi kecewa dan kesedihan bagi yang mencinta.