Search

Penjelasan Hadist “IPAR ADALAH MAUT” Sempat Viral karena dijadikan Judul Film

Foto ilustrasi dari Film 'Ipar adalah maut'
Foto ilustrasi dari Film 'Ipar adalah maut'

Belakangan, sempat viral film yang berjudul “Ipar adalah Maut”. Ternyata Film tersebut terinspirasi dari sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW. Film yang menyita perhatian masyarakat Indonesia itu ramai – ramai diperbincangkan di kancah nasional. Film yang rilis pada tanggal 13 Juni 2024 itu disutradarai oleh Hanung Bramantyo, seorang sutradara berpengalaman di Indonesia. Ternyata film tersebut terinspirasi dari sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW. ‘Ipar Adalah Maut’ sempat diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dijadikan sebuah judul Film.

Hadist tentang Ipar adalah Maut

Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa’id, Telah bercerita kepada kami Al-Laits, Telah bercerita kepada kami Yazid bin Abi Habib, Dari Abi Khair, Dari Uqbah bin Amir. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :”Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Hadist

Dalam kitab Muassasatul Risalah dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. menganjurkan umatnya untuk berhati-hati ketika masuk ke dalam rumah seorang wanita, meskipun wanita tersebut adalah sang ipar. Nabi khawatir jika hal tersebut terjadi tanpa berhati-hati, akan terjadi khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis.

Menurut Al-Munawi rahimahullahu rahmatan waasi’aan, alasan Rasulullah SAW. menyebut kakak ipar yang masuk ke dalam rumah istri adiknya sebagai kematian disebabkan banyak orang yang tidak tahu bahwa kakak atau adik ipar pasangan bukanlah mahramnya. Ketika seorang lawan jenis yang bukan mahram saling bertemu, maka hukum-hukum fiqih seperti menutup aurat, tidak boleh bersentuhan, dan lain sebagainya otomatis berlaku. Dalam hal ini, terkadang seseorang yang sudah berpasangan tidak terlalu menjaga batasan-batasannya dengan adik atau kakak iparnya dalam hal bersentuhan kulit ataupun menutup aurat, padahal mereka bukan mahramnya. Dengan demikian, Al-Munawi menafsirkan bahwa perumpamaan ipar seperti maut yang dilakukan Rasulullah saw merupakan bentuk larangan keras agar orang- orang paham bahwa ipar bukanlah mahram, maka batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam terkait lawan jenis yang bukan mahram harus diterapkan.

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dalam hadis ialah kerabat suami selain ayah dan anak-anaknya, karena mereka (ayah dan anak-anaknya) adalah mahram istri. Mereka boleh berdua dan tidak dijuluki dengan istilah kematian. Tetapi, yang dimaksud hanyalah saudara laki-laki, paman, anak paman, anak laki-laki saudara perempuan, dan selain mereka yang dihalalkan wanita menikah dengannya seandainya tidak bersuami. Biasanya kerabat suami dianggap remeh, dan ia lebih pantas untuk dilarang daripada laki-laki asing.”

Selain itu, menurut Abd al-Karim al-Khudlayr dalam Syarh Umdat al-Ahkam, Rasulullah SAW. mengibaratkan ipar dengan maut karena maut menyebabkan hilangnya kehidupan, sementara masuknya ipar ke rumah tanpa mahram dapat mengakibatkan hilangnya keimanan seseorang. Hal ini dianggap lebih parah daripada kematian itu sendiri.

Ibnul Arabi berpendapat, “Kata ‘kematian’ adalah kata yang biasa diungkapkan oleh orang-orang Arab seperti ‘Singa pembawa kematian’ artinya jika seseorang bertemu dengan singa maka bisa membuatnya mati dimakan singa.”

Al-Qurtubi menambahkan, “Jika seorang lelaki berduaan dengan istri saudaranya maka hal itu dapat menyebabkan (kematian) agama bagi istri saudaranya, bisa jadi dia ditalak suaminya, atau bahkan dirajam jika melakukan perzinaan.” Hal ini tidak lain karena ipar bukanlah mahram dan boleh dinikahi, sehingga janganlah sampai terjadi adik merebut istri kakaknya, dan atau sebaliknya. Islam melalui syariatnya, telah menutup rapat kemungkinan-kemungkinan

buruk terjadi, menimpa diri dan keluarga, di antaranya dengan menetapkan adab dengan saudara ipar.

Pemahaman Hadist dengan Pendekatan Makna Hakikat dan Majas

Untuk mengetahui segala sesuatu membutuhkan cara atau metode, begitupun dengan hadist nabi agar dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memahami sebuah teks arab tentunya tidak terlepas dari makna yang bersifat majazi maupun hakiki. Makna majazi ialah makna yang tidak dapat dipahami dalam bentuk teks aslinya, sedangkan makna hakiki dapat dipahami sesuai dengan teks tertulis. Dalam konteks kebahasaan, kekeliruan dalam memahami hadist banyak muncul akibat kerancuan dalam memaknai kata secara hakiki atau majas. Salah satu contoh hadist nabi yang dapat dipahami melalui metode ini adalah hadist tentang Ipar adalah Maut. Dalam hadits ini bukan berarti maut berasal dari ipar itu sendiri, melainkan bahwasanya hadits ini bermakna bahwasanya kita diharuskan untuk mewaspadai Ipar tersebut sebagaimana kita mewaspadai Maut tersebut. Dan apabila hadist tersebut dapat dipahami dan dimaknai dengan baik dan benar maka, kita dapat mengetahui bahwasanya itu adalah makna majazi dari Rasulullah SAW agar kita berhati-hati dalam bermualamalah dengan Ipar kita sendiri. Maka dari itu kita dianjurkan untuk memahami hadits bukan berdasarkan makna yang tertulis didalam konteks hadits berdasarkan makna majazi tersebut. Pada hadist yang menjadi pembahasan dalam makalah ini terdapat kata ‘Ipar adalah Maut‘. Yang dimana kalimat-kalimat tersebut memiliki makna yang rancu apabila tidak ditelaah lebih dalam. Tentu orang-orang yang pertama kali menemukan atau membaca hadist ini akan memahami dengan keliru apabila memahami sabda beliau secara hakiki, dimana kata ‘maut’ dimaknai sebagai kematian yang sesungguhnya.

Setelah saya tuliskan beberapa penjelasan ulama terdahulu terkait hadist ini, kita dapat mengetahui dan menyimpulkan bahwasannya arti dari ‘maut’ bukanlah kematian yang sesungguhnya, melainkan peringatan dari Baginda Nabi Muhammad SAW. agar kita berhati-hati dalam bermuamalah dengan perempuan yang bukan mahram kita terutama ipar kita sendiri, dimana kebanyakan orang terlebih belum bisa menjaga jarak mereka terhadap lawan jenis terutama ipar kita. Peringatan ini ditujukan agar kita tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan dimakruhkan oleh Allah. Dan mereka diharuskan untuk mentaati perintah Allah. Mungkin itulah makna majazi dari hadits ini.. Kita mengetahui bahwasannya Rasulullah SAW. begitu mencintai umat-umatnya samapai beliau sebegitu rincinya menjelaskan kepada kita semua agar menghindari perbuatan yang dapat tertuju kepada suatu kemaksiatan.

Tulisan Oleh : Muhammad Fajrul Falah

BAGIKAN

REKOMENDASI

Kirim Kami Pesan