Mengutip dari laman resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pemerintah menetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional pada 16 Desember 1959. Tanggal tersebut dipilih karena merupakan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia. Dengan gagasan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Manggungkarso, Tut Wuri Handayani” yang bermakna “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan.”
Dalam artikel ini saya menggunakan judul “Menantang Status Quo: Mencentuskan Mimpi-mimpi Agung di Hari Pendidikan Nasional”. Saya menggunakan kalimat Menantang Status Quo bukan tidak lain untuk mengacu pada makna keadaan saat ini. Dalam politik, hukum, dan sosiologi, ini mewakili tatanan sosial atau keadaan saat ini. Bercerita tentang pendidikan, kita tidak kekurangan topik untuk dibahas. Pendidikan menjadi aspek penting yang sangat diperhitungkan oleh suatu negara dan bangsa, untuk mewujudkan peradaban yang berkemajuan. Tentunya, dari tahun-ke tahun pendidikan di Indonesia merasakan sedikit demi sedikit kemajuan, baik dalam hal fasilitas berupa buku, media, teknologi, tenaga pendidik dan hal-hal yang menujang lainnya. Meski, tak menutup mata bahwa masih banyak hal yang harus diperbaiki, difasilitasi atau diberikan pelayanan tambahan.
Pendidikan seperti air yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dengan pendidikan manusia bisa memberikan kontribusi terbaik untuk bangsa, negara, ras, agama dan kebermanfaatan lainnya. Meski demikian, beberapa putra-putri negeri kita tidak berani bermimpi tinnggi dalam hal pendidikan. Mereka yang hidup di kalangan di mana mayoritas masyarakat yang masih kekurangan dalam hal makan dan kebutuhan. Keluh mereka “Jangankan pendidikan, makan sehari saja, sukar kami dapatkan”. Mungkin saja, dari pemerintah menggalangkan dana untuk beberapa kalangan masyarakat yang memang terkendala dalam hal pendidikan ini, tapi mental anak-anak itu belum bisa ditangani sepenuhnya.
Ya, berbincara tentang mental dan mimpi-mimpi agung adalah hal yang sangat berkaitan. Jika mental korban sejak dini sudah tumbuh subur di alam bawah sadar para putra-putri Indonesia, lalu bagaimana menyuarakan, menggaungkan mimpi-mimpi agung dalam pendidikan. Jika, mereka sendiri tidak diajarkan betapa pentingnya pendidikan maka fasilitas semewah apapun saya rasa itu percumaa saja. Di hari pendidikan nasional ini, saya ingatkan ke pada saya sendiri penulis, kepada anda, dan kepada seluruh masyarakat Indonesia, sadarilah mau tak mau mengakui bahwa pendidikan hal yang sangat berharga. Saya berani mengatakan bahwa pendidikan adalah aset dan kekayaan dalam suatu bangsa yang bercita-cita untuk maju.
Selamat hari pendidikan nasional, cetuskanlah mimipi agung itu.